Dokter spesialis kedokteran olahraga dari Rumah Sakit Pondok Indah-Bintaro, dr. Antonius Andi Kurniawan, Sp.K.Om, mengamati bahwa masyarakat Indonesia semakin antusias dalam menjalani gaya hidup aktif, yang memberikan berbagai manfaat bagi kesehatan. "Tahun ini saya melihat adanya peningkatan yang signifikan dalam tren gaya hidup aktif. Jika kita membahas tentang acara lari, jumlah peserta semakin bertambah, dan di Gelora Bung Karno (GBK), aktivitas jalan kaki juga semakin ramai, terutama di Jakarta," ungkap dr. Antonius saat dihubungi ANTARA di Jakarta, pada hari Jumat. Menanggapi hasil penelitian dari Universitas Stanford (2017) yang menyatakan bahwa orang Indonesia cenderung malas berjalan kaki, Andi berpendapat bahwa peningkatan tren gaya hidup aktif ini mungkin dipicu oleh semakin populernya penggunaan media sosial. Kehadiran sejumlah pemengaruh (influencer) yang menyajikan konten olahraga telah mendorong masyarakat, khususnya generasi muda, untuk lebih antusias mengikuti dan menerapkan saran atau perilaku yang ditampilkan oleh para pemengaruh tersebut. "Saya berasumsi bahwa generasi muda lebih cenderung menggunakan media sosial, sehingga mereka lebih mudah untuk menjalani gaya hidup aktif. Namun, saya belum memiliki data yang mendukung pernyataan ini," ungkapnya. Andi menjelaskan bahwa saat ini masyarakat terlihat lebih suka melakukan aktivitas fisik ringan, seperti berjalan kaki di sekitar area Gelora Bung Karno (GBK) atau bersepeda pada acara car free day yang diadakan setiap akhir pekan. Namun, untuk meningkatkan gaya hidup aktif secara lebih signifikan, kualitas dan fungsi berbagai fasilitas perlu diperhatikan. Contohnya, fasilitas trotoar bagi pejalan kaki yang lebih baik dan nyaman, seperti yang terdapat di Singapura atau Eropa. Langkah ini juga bertujuan untuk mengurangi beban yang ditanggung oleh BPJS terkait penyakit kronis, seperti penyakit jantung dan diabetes, yang semakin meningkat. "Semoga tren hidup aktif ini dapat terus berkembang dan diimbangi dengan olahraga yang tepat dan seimbang, agar tidak terjadi cedera atau hanya sekadar untuk mendapatkan pengakuan di media sosial. Kami berharap pada tahun 2025, situasinya akan berbeda," tutup Andi. Universitas Stanford telah melakukan penelitian pada tahun 2017 yang memetakan tingkat aktivitas fisik di 111 negara di seluruh dunia. Temuan dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa Indonesia merupakan negara dengan tingkat kebiasaan berjalan kaki terendah. Dalam studi ini, yang melibatkan data langkah kaki dari 717 ribu individu, terungkap bahwa rata-rata orang Indonesia hanya melakukan sekitar 3.513 langkah per hari. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata global yang mencapai lima ribu langkah per hari. Beberapa faktor yang berkontribusi terhadap rendahnya kebiasaan berjalan kaki di Indonesia antara lain adalah terbatasnya trotoar yang layak, kurangnya transportasi umum yang memadai, serta tingginya minat masyarakat untuk menggunakan sepeda motor dengan cicilan yang terjangkau.