ANTARA/Donny Aditra

Komnas HAM Bersedia Memberikan Dukungan Kepada Pemerintah Dalam Penyusunan RUU KKR Yang Baru

Rabu, 11 Des 2024

Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Atnike Nova Sigiro menyatakan bahwa lembaga tersebut siap memberikan dukungan kepada Pemerintah Indonesia dalam penyusunan Rancangan Undang-Undang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) yang baru.

Ia menjelaskan bahwa lembaga ini akan berperan aktif jika diperlukan, untuk membantu merumuskan poin-poin yang perlu dimasukkan dalam RUU tersebut.

"Di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2000 yang mengatur tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM), juga disebutkan bahwa salah satu bentuk penyelesaian untuk pelanggaran berat adalah melalui Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR)," ungkap Atnike di Jakarta, Rabu.

Ia menambahkan, jika Pemerintah berencana untuk mengusulkan dan mendiskusikan kembali Rancangan Undang-Undang KKR, Komnas HAM akan mengawasi dan memastikan bahwa korban mendapatkan keadilan yang seharusnya.

Kami akan melakukan negosiasi dan memastikan bahwa para korban pelanggaran hak asasi manusia akan memperoleh mekanisme yang dapat memberikan keadilan yang seharusnya, ungkapnya.

Atnike menambahkan, pentingnya mewujudkan keadilan agar bangsa Indonesia dapat melangkah maju dengan lebih baik, dalam konteks penegakan hak asasi manusia yang adil.

Selain UU Nomor 26 Tahun 2000, Komnas HAM juga berkomitmen untuk menerapkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM), yang mengatur bahwa penanganan kasus dilakukan melalui fungsi pemantauan, pengawasan, penyelidikan, dan mediasi.

Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra menyatakan bahwa Pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto berkomitmen untuk membahas Rancangan Undang-Undang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (RUU KKR) yang baru terkait hak asasi manusia.

Ia menjelaskan bahwa upaya ini bertujuan untuk melanjutkan kebijakan yang telah dimulai pada masa pemerintahan Presiden Ke-7 RI, Joko Widodo.

Sebagian dari langkah-langkah yang telah diambil sebelumnya telah ditindaklanjuti, dan pemerintah baru saat ini berkomitmen untuk melanjutkan proses tersebut. Terdapat juga draft atau konsep mengenai Rencana Undang-Undang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi yang diharapkan dapat mengadopsi prinsip-prinsip universal terkait KKR, yang telah dipelajari dari berbagai negara, ujar Yusril saat menghadiri peringatan Hari HAM Sedunia di Kantor Komnas HAM RI, Jakarta, pada Selasa (10/12).

Di sisi lain, Mahkamah Konstitusi (MK) telah membatalkan keberlakuan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2004 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi melalui Putusan Nomor 006/PUU-IV/2006. MK menyatakan bahwa undang-undang tersebut bertentangan dengan UUD Tahun 1945, sehingga tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat.

Dalam pertimbangannya, MK menilai bahwa rumusan norma dan kemungkinan pelaksanaan norma yang terdapat dalam UU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi tidak memberikan kepastian hukum yang diperlukan untuk mencapai tujuan rekonsiliasi yang diharapkan.

Putusan MK tersebut dibacakan dalam sidang pleno pada Kamis, 7 Desember 2006, yang dipimpin oleh Ketua MK saat itu, Jimly Asshiddiqie. Sementara itu, Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna, yang kini menjabat sebagai Ketua Majelis Kehormatan MK, memiliki pandangan berbeda (dissenting opinion).

Palguna berpendapat bahwa permohonan uji materi yang diajukan oleh Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (KontraS), Solidaritas Nusa Bangsa (SNB), Inisiatif Masyarakat Partisipatif untuk Transisi Berkeadilan (Imparsial), Lembaga Penelitian Korban Peristiwa 65 (LPKP 65), dan Lembaga Perjuangan Rehabilitasi Korban Rezim ORBA (LPR-KROB) seharusnya tidak diterima.


Tag:



Berikan komentar
Komentar menjadi tanggung-jawab Anda sesuai UU ITE.