Ketua Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (PP IDAI), dr. Piprim Basarah Yanuarso, Sp.A(K), menyatakan bahwa salah satu inisiatif pemerintah yang menyediakan pemeriksaan kesehatan gratis setiap tahun dapat dimanfaatkan sebagai kesempatan untuk melakukan deteksi dini kanker pada anak-anak. “Kami berharap ini dapat menjadi salah satu kesempatan untuk melakukan deteksi dini pada anak-anak kita, sehingga klinik kesehatan ini juga memberikan manfaat bagi masyarakat secara umum,” ungkap Piprim dalam sebuah diskusi daring mengenai kanker anak yang berlangsung di Jakarta pada hari Selasa. Ia menambahkan bahwa program ini dapat membantu mengatasi ketimpangan dalam akses fasilitas kesehatan, terutama di daerah yang masih memiliki layanan di bawah standar kota besar. Ia berharap dengan adanya program ini, deteksi dini dapat diakses oleh setiap anak, terutama di daerah terpencil, sehingga mereka juga mendapatkan dukungan untuk pencegahan kanker. Piprim menekankan pentingnya dukungan dan pengawasan terhadap anak-anak yang terdiagnosis kanker, dengan melibatkan semua pihak di sekitarnya. Hal ini bertujuan agar perhatian terhadap kesehatan anak dapat ditingkatkan dan penerapan deteksi dini dapat dilakukan sebagai langkah utama dalam penanggulangan kanker anak di Indonesia. "Anak-anak yang terjangkit kanker memerlukan pendampingan, dan dukungan dari lingkungan sangatlah penting. Sebab, dampak dari penyakit ini tidak hanya dirasakan oleh anak yang sakit, tetapi juga oleh seluruh keluarga, mengingat proses pengobatan kanker memerlukan waktu, biaya, dan sumber daya yang cukup besar," ungkap Piprim. Berdasarkan data dari Global Burden of Cancer Study (Globocan) tahun 2020, di antara 80 juta anak di Indonesia, diperkirakan terdapat 10 ribu kasus baru. Hal ini menjadikan Indonesia berkontribusi sebesar 2,5 persen dari total 90 persen kejadian kanker anak di seluruh dunia. Data dari Indonesian Pediatric Cancer Registry menunjukkan bahwa dari 12 pusat pengobatan kanker di Indonesia, hanya 20-30 persen anak penyintas kanker yang berusia tiga tahun. Selain itu, hanya 4-5 ribu anak yang berhasil selamat, yang disebabkan oleh kesenjangan infrastruktur kesehatan dan keterlambatan dalam menghubungi petugas kesehatan.