Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) menganggap penting untuk memberikan definisi yang lebih jelas mengenai pelayanan kesehatan premium setelah adanya kebijakan Kementerian Keuangan terkait kenaikan PPN sebesar 12 persen. Mereka menyatakan bahwa peningkatan satu persen dapat berdampak pada komponen harga hingga 20 persen. "Apakah orang yang sedang sakit dan membutuhkan pelayanan harus dikenakan pajak? Apakah ini melanggar hak asasi manusia? Selain itu, biaya yang harus ditanggung mungkin akan meningkat. Pertanyaan lainnya adalah bagaimana nasib pasien BPJS, meskipun mereka memilih kelas VIP. Kelas VIP sudah dibatasi, sehingga hal ini akan sangat membebani pasien BPJS," ungkap Ketua Umum ARSSI, Iing Ichsan Hanafi, dalam pernyataannya kepada ANTARA pada Selasa (17/24/2024). Iing menyatakan bahwa jika PPN sebesar 12 persen diterapkan, beban tersebut hanya akan dikenakan pada tarif kamar, bukan pada obat-obatan dan alat kesehatan penunjang. Di sisi lain, pihaknya merasa keberatan terhadap penerapan PPN ini dan berencana untuk memberikan masukan terkait kebijakan tersebut serta mengajukan pernyataan secara tertulis. Sebelumnya, Kementerian Keuangan telah mengumumkan kemungkinan penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen untuk jasa kesehatan, termasuk Rumah Sakit (RS) premium dan sekolah internasional, yang akan mulai berlaku pada 1 Januari 2025. "Maka kami juga akan melakukan peninjauan terhadap kelompok harga untuk barang dan jasa yang termasuk dalam kategori premium, seperti rumah sakit kelas VIP dan pendidikan dengan standar internasional yang memiliki biaya tinggi," ungkap Menkeu Sri Mulyani.